Langsung ke konten utama

Aku Tetap Bersamamu, Qaiz

Aku Tetap Bersamamu, Qaiz

Salamiyah


        Cinta haruslah memiliki kesabaran dan keikhlasan dalam mencintai dengan sepenuh raga dan jiwa. Salah satu kisah yang legendaris di dunia yaitu kisah cinta qaiz dan laila yang ditulis para sastrawan dari berbagai negara Persia, Turky, Arab, India dan lainnya. Di antara mereka yang menuliskan kisah cintanya qais dan laila yaitu Nizami Ganjavi, Nizam al-Din, Sa’di al-Syirazi (Persia), Al-Ashmu’l (Arab), Amie Khasru al-Dihlawi (Turky), Ahmad Syauqi (Mesir), dan lain-lain. Kisah ini juga menginspirasi sastrawan dunia untuk menulis kisah cinta yang abadi seperti Romeo dan Juliet karya Magdalena-Stevan, Sous les Tilleus (DI Bawah Pohon Tilia) karya Alphose Karr yang diterjemah oleh Mustafa al-Manfaluthi menjadi Majdulin dan Hayati dan Zainuddin dalam Tenggelamnya Kapal Vanderwijck karya Buya Hamka. 

    Kisah ini bermula saat di sekolah, mereka adalah murid dari sekolah dengan tingkat kelas yang berbeda. Qaiz adalah kaka kelas yang menjadi murid cerdas dengan paras wajah yang tampan, laila adalah seorang murid yang paling cantik dan pintar di sekolah. Mereka bertemu di sekolah dengan tidak sengaja, mata qaiz dan laila bertemu. Pancaran cahaya laila sampai ke mata qaiz, dan pancaran mata qaiz juga sampai ke mata laila. Di sela-sela itu, hadirlah rasa yang asing tetapi sangat indah di hati mereka. Qaiz dan laila tenggelam dalam rasa yang tidak bisa membuat mereka makan, minum, dan tidur. Mereka saling memikirkan satu sama lain dan rasa yang selalu ingin berjumpa dan berbincang manis bersama. Rasa yang asing ini lah membuat mereka pandai merangkai kata menjadi sebuah puisi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cintaku di Periode 3

  Cintaku di Periode 3 Salamiyah   Cintaku kini ada di lingkaran yang semakin menyempitkan Kau datang bagai (Si) kovalen raksasa yang menghantui pikiran Titik lelah ku bagai natrium hingga silikon Meningkat saat kau hadir dalam hidupku Namun turun bagai fospor hingga belerang saat kau lenyap dari pandangan ku   Ketidak pedulianmu membuat hidup ini terikat logam   panas Semua ku hadapi dengan daya oksidasi yang kuat Walau terkadang aku lelah hingga akhirnya daya reduksiku mulai melemah Bahkan aku rela menambah energi ionisasi natrium hingga argon untuk menghadapi sifat mu Tapi semua itu tak berarti dihadapan mu   Namun, kini aku menyadari sesuatu tentang kita Hidup ini seperti ruang hampa tanpa kehadiranmu Tak akan berarti bila tanpa dirimu Engkau bukanlah separuh   jiwaku Tetapi engkau adalah seluruh   hidupku

Aku, Kamu, dan Pelabuhan Trisakti

  Aku, Kamu, dan Pelabuhan Trisakti Miyah Asheeqa             Aku seorang Pribumi yang hidup di masa pemerintahan Kolonial Belanda Tahun 1941. Hidupku selama ini lebih layak dibandingkan orang-orang Pribumi lainnya. Maklumlah Bapak ku menjadi orang kepercayaan Kompeni Belanda, itulah yang menyebabkan Keluargaku masih bisa merasakan kehidupan yang layak. “Non Sari, tunggu non....”, panggil salah satu pengawal bapak             Suasana pasar yang sangat ramai membuat hatiku sangat senang karena pasar Pelabuhan Trisakti ini hanya ada 1 kali dalam seminggu. Di sini aku dapat bebas dari pegawasan Bapak walaupun tetap ada anak buah bapak yang selalu mengikuti aku. Namun, aku selalu memiliki cara agar lepas dari pengawasan anak buahnya bapak. “Silahkan Non dibeli ikan yang masih segar ini hasil melaut saya”, panggil seorang pemuda “Iya, saya beli ikannya Kang”, jawabku...

Tatangkap Papuyu Bagincu

  TATANGKAP PAPUYU BAGINCU Salamiyah   Udin nang marantau di banua urang mancari duit gasan sasandaan balukar kuitan. Satahunan kada ada babulikan ka kampung, awak kurus karing kada ada nang mamasak akan. Si Udin taungut saurangan di muka lawang, kada lawas amat mandatangi. “Din, kita makanan nah di warung gadis nang langkar samalam” ujar Amat mambawai “Kada gin mat ai, liyur ku handak mamakan masakan kampung nah,” ujar Udin manyahuti “Nah mat ai, sama aku asa handak jua mamakan iwak di kampung… mahayal-hayal aku mamakan papuyu babanam bacacapan,” ujar Amat sambil managuk liyur “Mun kaya nintu kita baunjunan papuyu nah di sungai parak rumah pambakal,” ujar Udin sambil bapuat maambil umpan “Ih lajui dah, aku injami unjunnya lah,” ujar Amat pulang “Hiih ayuha, kita mambanam papuyu,” ujar Udin sambil membawa unjun   Wayah ngini sabarataan sungai rata-rata tarcamar sudah, nang limbah pabrik gin dibuangnya ka sungai. Nah ada jua nang manusianya nih pina bah...